28 Maret 2024

Berita Indonesia dan Dunia, Kabar terbaru terkini, Politik, Peristiwa, Bisnis, Bola, Teknologi dan Peristiwa

mister lie

mister lie

Pesona Sulap Klasik Mister Lie

CNNdaily.net, Jakarta – Kalau saya sulap, saya bisa melupakan segala-galanya.Sulap itu berarti sekali bagi kehidupan saya, sehingga saya sampai umur sekarang ini masih oke. Tangan dan otak masih jalan. Terima kasih pada yang Yang Kuasa.

Mister Lie berjalan pelan menuju mobil merahnya. Dompet sudah tersimpan rapi di kantong celana. Umurnya sudah senja, tapi ia memilih untuk mengendarai mobil itu sendirian. “Saya mau potong dan semir rambut,” katanya, bergegas. Mobil dinyalakan, ia duduk di kursi kemudi. Tak lama, mobil mundur perlahan.“Mister mau ke mana?” tanya seorang remaja laki-laki.“Mau ke tukang cukur, biar rapi rambutnya,” balas dia.Hari itu, Sabtu (16/9), Mister Lie secara khusus merapikan rambutnya yang menipis. Ia terlihat begitu semangat. Sebabnya, hari Minggu ia akan beraksi di depan anak-anak gereja, sambil berbagi kisah soal sulap.Duh, asyiknya.

Baca Juga : Bayi Kembar Yang Masih Dalam Kandungan Pasangan Irish Bella dan Ammar Zoni Meninggal Dunia

Sudah hampir 70-an tahun lamanya Gito Hendra Lie, yang akrab dengan nama panggung Mister Lie, menaruh hati–dan jiwanya–pada dunia sulap.

Baca Juga :  AS Sebut Hulu Ledak Nuklir China Bakal Tambah Dua Kali Lipat

Sejak masih duduk di bangku SD sekolah Tionghoa pada masa pendudukan Jepang, diam-diam dia sering membaca buku sulap koleksi ayahnya yang terbit pada 1930-an. Buku itu ditulis dalam Bahasa Melayu, berjudul Ilmoenja Toekang Soelap.“Dari kecil saya memang suka sesuatu yang aneh-aneh. Kemudian, secara tidak sengaja mungkin, saya buka lemari ayah saya, ternyata ayah saya tuh juga suka (sulap). Dia punya koleksi buku lama dalam Bahasa Melayu,” cerita Lie pada cnndaily, Sabtu (16/12).

Seakan mengandung mantra, buku-buku itu membuat Lie menjadi tergila-gila akan sulap. Kegilaan itu merasuk, hingga ia tak bisa dipisahkan dari ihwal sulap menyulap.“Setelah sering membaca buku sulap, suatu saat tergigit oleh kutu sulap alias tergila-gila dengan ilmu sulap,” kata Lie.

Kecintaan–pula bisa disebut kegilaan–Lie pada sulap mewujud dalam aksi pertunjukan sederhana di hadapan kawan sepermainannya. Bermodal kertas dan kecekatan tangan, Lie memberanikan diri untuk menampilkan sulap perdananya.“Saya menyajikan pertunjukan bukan sulap bukan sihir–kertas dimasukkan mulut, lalu bisa hilang,” ujarnya.

Baca Juga :  Sambut Era Kendaraan Listrik, Pertamina Tertarik Produksi Baterai

Di umurnya yang menginjak 83 tahun kini, Lie tampak bugar. Suaranya masih jelas terdengar, ingatannya pun tak melemah. Dia masih ingat betul saat harus berpisah sementara dari dunia sulap yang ia cinta. Saat itu, situasi politik Indonesia yang bergolak memaksa Lie berpindah-pindah sekolah.“Saya pindah dari sekolah China ke sekolah Belanda. Di situ nggak ada sulap,” kenangnya. Kali pertama Lie kembali bersentuhan dengan dunia sulap dimulai kala ia mengenyam pendidikan tinggi pada 1959. Bandung, tempat ia belajar, menjadi saksi bisu tapak langkahnya mengejar asa menjadi pesulap.

Baca Juga : Sebelum Meninggal Satia Bocah Obesitas Bilang ke Ayah: “Pak, Saya Sudah Tidak Kuat”.

Di Magic Centre, Lie muda mengikuti Kursus Sulap Tertulis yang digelar Ang Tek Tjwan–yang kemudian menjadi guru sekaligus pesulap idolanya.Lie dan para murid lain yang belajar di sana menerima magic kit–sebuah kotak kayu persegi panjang berisi berbagai alat sulap kecil dan sebuah buku panduan tentang bagaimana cara memainkan alat-alat tersebut.Sebulan sekali dia datang ke studio untuk mendapatkan pelajaran dari para guru sulap, salah satunya mendiang Pak Gatot.Lie paham, menjadi seorang pesulap sejati butuh dukungan dari berbagai pihak, juga perlu membangun jaringan dengan pesulap lain. Maka, saling berbagi ilmu dan terus belajar agar kian sempurna dalam penguasaan trik, menjadi kunci yang selalu ia pegang.

Baca Juga :  Penyebab Rem Truk Blong di Tol Cipularang, Tak Pakai Engine Brake

Ada banyak harapan yang ia daraskan untuk persulapan Indonesia, terlebih agar sulap tak sekadar euforia musiman yang lalu lenyap ditelan zaman. Lie percaya, sulap Indonesia tak akan pernah mati.Tekun, terus menjadi tekun, pesannya.